Kadisbun Yuliastuti: Demplot Kebun Kopi di Hanakau Bukti Efisiensi Sistem Pagar

0 Comments

Kadisbun Yuliastuti: Demplot Kebun Kopi di Hanakau Bukti Efisiensi Sistem Pagar

0 Comments

Pola pembinaan terhadap petani tidak bisa lagi hanya sebatas penyuluhan. Petani membutuhkan bukti konkrit untuk dijadikan rujukan. Berangkat dari paradigma tersebut Dinas Perkebunan Pemprov Lampung membuat demplot kopi di Hanakau, Kabupaten Lampung Barat. Pada lahan seluas 3 hektare itu diterapkan penanaman pohon kopi dengan sistem pagar.

Bandarlampung (Progres.co.id): MODEL penanaman sistem pagar menganut mekanisme optimasi lahan. Maksudnya dengan memanfaatkan seoptimal mungkin luasan lahan untuk meningkatkan produktivitas komoditi kopi. Caranya memang berbeda dengan pakem yang diterapkan petani kopi pada umumnya.

Pada kebiasaan lama pohon kopi ditanam dengan jarak tanam 2,5 meter dikali 2,5 meter. Dengan pola ini dalam cakupan luas lahan 1 hektare terdapat populasi 2 ribu hingga 2.509 pohon kopi. Sementara pada penerapan model sistem lagar dilakukan perubahan jarak tanam. Di mana jarak tanam dalam barisan hanya 1 meter, sedangkan jarak tanam antarbarisan 2,5 meter. Dengan merapatkan jarak tanam tersebut populasi pohon kopi dalam luasan 1 hektare menjadi 4 ribu batang.

“Kalau 1 pohon bisa dapat satu kilo biji kopi artinya dalam satu hektare produktivitasnya mencapai 4 ton. Sedangkan saat ini masih banyak kebun yang produktivitasnya di bawah satu ton per hektare,” terang Kepala Dinas Perkebunan Yuliastuti kepada Progres.co.id di ruang kerjanya, Rabu (8/1/2025).

Yuli pun mengungkapkan, bersama timnya baru meninjau lokasi demplot di Hanakau. “Usia tanaman di sana belum genap dua tahun. Tapi gerombol buahnya sudah banyak. Padahal itu buah pertama atau istilahnya buah permen, masih belajar buah,” ungkapnya lagi.

Lebih lanjut dia menjelaskan, dengan menerapkan sistem pagar maka petani kopi bisa meningkatkan produktivitas kebun hingga dua kali lipat. Memang tidak dipungkiri, dengan bertambahnya populasi dalam satu luasan menuntut perimbangan penambahan kuantitas pupuk.

“Konsekuensinya memang menggandakan jumlah pupuk. Tapi itu tetap menguntungkan petani. Karena sudah efisiensi waktu. Dimana dalam satu masa panen hasilnya bisa dua kali lipat. Bila awalnya hanya 2 ton per hektare sekarang sudah 4 ton,” urai Yuli.

Dia mengimbuhkan, kelebihan lain dari penerapan sistem pagar yaitu lebih mempermudah petani dalam melakukan perawatan. Selain itu petani juga masih dapat melakukan tumpang sari dengan menanam ubi jalar atau kacang-kacangan di antara pohon kopi. Terlebih tanaman kacang-kacangan terbilang bagus untuk menyuburkan lahan.

“Dengan keberhasilan demplot kopi sistem pagar di Hanakau ini, petani kopi bisa melihat langsung faktanya. Mereka juga bisa mempelajarinya dengan bimbingan petugas kami di lapangan,” kata Yuli.

Dia juga menyampaikan, saat ini sudah ada contoh petani yang sukses menerapkan sistem pagar. “Namanya Pak Supriyono, petani kopi di Sekincau. Dia sudah menerapkan sistem itu di lahan seperempat hektare. Hasilnya sesuai harapan mencapai 1 kilogram biji kopi dalam satu pohon,” jelasnya.

Hanya saja, Yuli mengingatkan, meski sudah menerapkan sistem pagar, hendaknya petani tetap memperhatikan perawatan dan pemupukan untuk mencapai produktivitas tinggi. “Penting diingat pemupukan tidak boleh asal-asalan. Tetapi harus tepat guna, tepat waktu dan tepat kualitas pupuk. Maksudnya tidak menggunakan pupuk palsu,” pesannya.(*)

 

Further reading