Kepala BPSIP: Riil, Lampung Kaya Potensi Pertanian

0 Comments

“Saya sudah pernah dinas di banyak daerah di Indonesia. Tapi saat sekarang bertugas di Lampung, saya bisa bilang pertanian di Lampung ini sebenarnya sangat prospektif. Di sini pertanian secara luas sudah didukung oleh industri. Ahli-ahli di bidang pertanian juga banyak. Lengkap. Jadi kalau mau belajar pertanian, sebenarnya nggak perlu jauh-jauh ke Thailand atau Vietnam. Di Lampung sudah ada semua.”

Bandarlampung (Progres.co.id): PERNYATAAN itu disampaikan Dr. Rachman Jaya, Kepala Badan Standardisasi Instrumen Pertanian (BSIP) Lampung, saat menerima awak redaksi Progres.co.id di ruang kerjanya, Jumat (11/10/2024).

“Ucapan saya itu tidak mengada-ada. Tapi riil. Konkrit. Sebagai contoh, di sini ada perkebunan industri yang dikelola secara profesional. Lahan usahanya luas. Jangan kira tanahnya subur. Saya pernah lihat langsung lokasinya. Waktu itu saya bilang ke staf saya. Ini luar biasa. Tanahnya tandus. Rumput pun enggan tumbuh. Tapi dengan pendekatan riset dan penanganan serius, nyatanya semua jenis tanaman yang dikelola bisa subur dan produktif,” urai Rachman yang baru 1,5 tahun berdinas di Lampung.

Dia menambahkan, itu baru satu contoh gambaran keberhasilan pertanian di Lampung. Belum lagi bila bicara produktivitas sawah di lahan rawa. Menurutnya, dengan penanganan tepat lahan rawa mampu menghasilkan padi yang memuaskan. Baik dari segi kuantitas, termasuk kualitas.

Namun demikian, Rachman punya catatan khusus seputar perilaku petani yang terkadang masih salah kaprah. Dirinya mencontohkan penanganan lahan sawah usai panen. Masih ada petani yang mempraktikkan membakar rumpun padi yang sudah dipanen.

“Itu bukan sekadar bakar jerami. Tapi kami menyebutnya juga membakar uang. Belum lagi dampak polusi udara yang dihasilkan,” sesalnya.

Padahal, imbuh Rachman, saat bertugas di Aceh dia melihat ada daerah yang menerapkan local wisdom atau kearifan lokal. Usai memanen, petani di daerah tersebut tidak membakar jerami. Tapi warga membawa sapi yang ada di kampung untuk ‘merumput’ di lahan persawahan.

“Banyak keuntungannya. Ternak memperoleh makan. Lalu buang kotoran di sana. Kotoran ini yang bisa menjadi pupuk organik dan bermanfaat bagi tanah untuk jangka panjang,” jelas lelaki kelahiran Kalimantan ini.

Saat ditanya peran pemerintah seperti apa yang dibutuhkan untuk mendukung pengembangan pertanian di Lampung, Rachman bilang, dibutuhkan regulasi pemerintah yang pro terhadap pertanian. Dimulai dari regulasi di tingkat kabupaten, provinsi dan nasional.

“Pemerintah tidak perlu campur tangan terlalu dalam dengan mengurusi hal teknis, misalnya. Regulasinya bersifat mendukung. Sebab yang saya bilang tadi. Petani kita ini punya kearifan lokal. Sesungguhnya itu bisa diterapkan. Sambil dipadu padankan dengan pendekatan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,” paparnya.

Secara sekilas Rachman menjelaskan tugas pokok dan fungsi BSIP Lampung. “Sesuai judul lembaga kami ada standardisasi. Kami di sini, salah satu aktivitasnya, mendampingi berbagai UMKM pengelola hasil pertanian untuk memperoleh sertifikasi standardisasi. Misalkan produk kopi. Melalui BSIP Lampung pendampingan akan diberikan sejak dari awal proses produksi hingga hasil akhir.

“Dengan demikian transformasi standarisasi itu berlangsung sejak dari hulu hingga ke hilir. Keuntungan bagi produk yang telah memperoleh standardisasi jelas. Akan berdampak pada penjualan. Pasar tentu akan lebih yakin membeli dan menggunakan produk olahan pertanian tersebut, bila telah melewati seleksi standardisasi yang dilakukan oleh lembaga berkompeten, seperti BSIP ini,” terangnya, seraya menambahkan semua proses itu gratis.

Informasi serupa ini, sambung Rachman, yang belum banyak diketahui oleh para pelaku UMKM. Oleh karenanya melalui publikasi, pihaknya berharap akan muncul kesadaran di kalangan masyarakat, khususnya pelaku UMKM untuk memanfaatkan fasilitas yang disediakan pemerintah.

“Ini salah satu bentuk intervensi atau campur tangan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pertanian, bagi masyarakat di Lampung,” ucap Racman.(*)

Further reading