Ketika Kecerdasan Buatan Menyentuh Usaha Tani dan Berbuah Nobel

0 Comments

Ketika Kecerdasan Buatan Menyentuh Usaha Tani dan Berbuah Nobel

0 Comments

Bulan Oktober 2024 menjadi momen bersejarah bagi disiplin ilmu terapan di bidang pertanian. Perkembangan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) berbasis jaringan saraf buatan kini membawa perubahan revolusioner pada cara bertani di seluruh dunia.

Lampung (Progres.co.id): PENGEMBANGAN konsep tersebut diprakarsai oleh dua ilmuan terkemuka, John J. Hopfield dan Geoffrey E. Hinton, mereka berhasil mengembangkan model pembelajaran mesin dengan jaringan saraf buatan yang menyerupai kerja otak manusia.

Atas kontribusi besar itu, keduanya dianugerahi Hadiah Nobel Fisika 2024, sebuah pencapaian yang menandai pentingnya teknologi AI dalam mengubah cara kerja sektor pertanian dan industri lainnya.

Kecerdasan buatan sudah mulai dikembangkan sejak tahun 1940-an, dengan dasar jaringan saraf buatan. Namun, inovasi signifikan baru muncul pada 1980-an, ketika Hopfield dan Hinton menciptakan representasi matematis yang memungkinkan AI mengonversi input menjadi output dengan tingkat akurasi yang semakin tinggi.

Dalam dunia pertanian, teknologi AI menawarkan berbagai manfaat yang mulai dirasakan petani, termasuk di Indonesia. Dengan AI, petani kini dapat memprediksi hasil panen melalui analisis citra satelit, memperkirakan kebutuhan pupuk berdasarkan data tanah, hingga memantau kesehatan tanaman secara real-time.

Rudianto, dosen di Universitas Malaya, Terengganu, menjadi salah satu peneliti yang menerapkan teknologi ini di Indonesia. “Kami mengembangkan model yang dapat memantau pertumbuhan padi di mana saja, sehingga memungkinkan pengawasan yang lebih efisien dan efektif,” ucapnya seperti dikutip dari Antara News, Minggu (03/11/2024).

Selain itu, teknologi AI juga dapat membantu petani dalam mengelola irigasi dengan lebih baik. Berdasarkan analisis data cuaca dan kondisi tanaman, AI dapat menentukan waktu penyiraman yang ideal, sehingga penggunaan air lebih hemat dan tepat sasaran.

Kendati AI menawarkan banyak keunggulan, penerapannya masih terbatas pada ketersediaan infrastruktur dan teknologi di lapangan. Banyak petani kecil belum dapat menikmati manfaat ini, terutama di daerah yang masih kurang teknologi.

Namun, seiring dengan semakin berkembangnya AI dan teknologi pendukung lainnya, banyak pihak optimis alat ini akan semakin terjangkau dan dapat digunakan oleh berbagai kalangan petani, termasuk petani kecil. Di masa depan, AI diharapkan mampu membantu mereka meningkatkan produktivitas dan menghadapi tantangan perubahan iklim serta kebutuhan pangan yang terus meningkat.(*)

Further reading