Kementerian Pertanian masif menggulirkan berbagai program yang diarahkan untuk mewujudkan swasembada pangan. Salah satunya Brigade Pangan. Program ini menjadikan generasi muda sebagai tulang punggung kegiatan. Para milenial diajak turun ke sawah sambil dibekali peralatan dan teknologi. Lantas benefit apa yang bisa diperoleh anggota Brigade Pangan?
Lampung Selatan (Progres.co.id): MELALUI Brigade Pangan pemerintah ingin memastikan keberlanjutan sektor pertanian di tangan generasi muda yang lebih adaptif dan inovatif. Termasuk terhadap perkembangan teknologi dan digitalisasi. Lampung menjadi satu dari 12 provinsi yang dilibatkan dalam pelaksanaannya.
Dari 15 kabupaten/kota di Sai Bumi Ruwa Jurai, 4 kabupaten masuk dalam target program Brigade Pangan yakni Mesuji, Tulangbawang, Lampung Timur dan Lampung Tengah. Untuk tanggung jawab pelaksanaan di Kabupaten Mesuji, Tulangbawang dan Lampung Tengah adalah BSIP (Balai Standardisasi Instrumen Pertanian). Sedangkan Bapeltan (Balai Pelatihan Pertanian) sebagai penanggung jawab kegiatan di Lampung Timur.
“Ada empat pendamping dari kami yang mengawal kegiatan Brigade Pangan di Lampung Timur,” kata Kepala Bapeltan Lampung, Adi Destriadi, saat menerima Progres.co.id di kompleks Bapeltan, Jumat (10/1/2025). Ditambahkannya, keempat pendamping itu ditugasi mengawal pembentukan 29 Brigade Pangan.
Lebih lanjut Adi menjelaskan, Brigade Pangan berisikan 15 generasi muda dengan rentang usia 19 tahun – 39 tahun. Mereka akan mengisi posisi dalam struktur kelembagaan seperti manajer, sekretaris dan kepala-kepala divisi. Adapun tugas utamanya mengelola lahan sawah dengan total luasan rata-rata 200 hektare.
“Kalau lahan 200 hektare itu ada di satu desa, maka wilayah kerja Brigade Pangan hanya mencakup satu desa. Pengangkatan anggota juga atas SK kepala desa. Namun bila ternyata kuota lahan belum tercukupi akan dicarikan lahan di desa terdekat atau desa tetangga. Dengan begitu koordinasi dan monitoring tetap bisa efektif dilakukan,” terang Adi.

Untuk lahan 200 hektare yang menjadi areal garapan, merupakan akumulasi dari lahan yang dimiliki oleh masing-masing anggota Brigade Pangan atau petani lain yang bersedia bergabung dalam manajemen. Pada program ini, pemerintahan akan menyalurkan bantuan mulai dari alat dan mesin pertanian (alsintan) serta sarana produksi untuk satu musim tanam kepada setiap Brigade Pangan.
Untuk alsintan di antaranya mencakup bantuan traktor roda 2 dan 4. Lalu ada juga alat tanam serta alat panen padi. Bahkan turut disediakan drone yang dapat digunakan untuk menyemai bibit dan drone khusus menyemprot pestisida. Nuansa pengelolaan pertanian modern akan sangat terasa pada lingkup kerja Brigade Pangan.
Sementara untuk saprodi, Kementerian Pertanian akan menyalurkan kebutuhan berdasarkan proposal yang diajukan masing-masing Brigade Pangan. “Kebutuhan tiap Brigade Pangan di masing-masing desa tentu tidak sama. Kebutuhan konkrit itu yang kemudian diinventarisir untuk diusulkan ke kementerian,” papar Adi.
Khusus saprodi, sambungnya, pemerintah hanya memberi bantuan untuk keperluan satu musim panen saja. Diharapkan dengan stimulan tersebut yang dikelola secara profesional dan didukung peralatan serta teknologi penunjang, nantinya mampu meningkatkan produktivitas lahan.
“Kita mengupayakan setiap hektare lahan mampu mencapai hasil panen 5 ton. Kalau diakumulasi dari luasan total 200 hektare, kurang lebih hasilnya seribu ton. Kemudian bila kuantitas panen itu dikali harga Rp6.500 per kilogram seperti yang ditetapkan pusat kemarin, sudah bisa terlihat hasil kerja Brigade Pangan dalam satu musim tanam,” urai Adi.
Berbekal hitungan itu dan setelah berbagi profit dengan pemilik lahan, maka musim tanam selanjutnya sudah dapat dibiayai secara mandiri. Termasuk share profit kepada setiap anggota Brigade Pangan.
Bahkan, masih menurut Adi, dalam perkembangan berikutnya pemerintah mendorong Brigade Pangan untuk menjadi sebuah unit usaha, misalnya koperasi. Disamping itu Adi tidak menampik kalau pelaksanaan program ini tidak selalu menemui jalan mulus tanpa hambatan.
Dia memberi contoh pada fase pembentukan Brigade Pangan di beberapa desa. Awalnya tidak sedikit petani yang menemui dilematis untuk bergabung. Di satu sisi sebagai petani dirinya sudah terbiasa berinteraksi dengan para “cukong” setempat. Dimana para cukong selama ini sudah menjadi rekanan untuk memenuhi kebutuhan petani. Mulai dari penyediaan saprodi sampai pinjaman untuk kebutuhan keluarga. Semua transaksi tersebut baru dibayar setelah petani panen.
“Nah, tadinya cukup banyak yang seperti itu. Beberapa petani merasa kurang pede kalau mesti meninggalkan ‘rekan’ lamanya, dan khawatir kalau ternyata program Brigade Pangan tidak berjalan. Tapi setelah diberi pemahaman oleh masing-masing pendamping dan mentor bahwa program ini memiliki prospek bagus, akhirnya banyak yang bergabung,” pungkas Adi, seraya berharap semua rencana yang sudah disusun Brigade Pangan bisa berjalan sesuai harapan.
Sebelumnya Menteri Pertanian (Mentan), Andi Amran Sulaiman, menegaskan pencapaian swasembada pangan membutuhkan partisipasi aktif dari semua pihak termasuk sumber daya manusia (SDM) pertanian, khususnya petani.
“Kita harus bekerja keras dan berkolaborasi untuk mewujudkan swasembada pangan secepat mungkin, karena ini merupakan kunci ketahanan pangan nasional. Brigade Pangan memiliki target meningkatkan indeks panen dari yang IP100 menjadi IP300. Panennya bukan tanamnya, produktivitasnya meningkat, serta mengutamakan kesejahteraan petani milenial yang berdomisili di wilayah tersebut,” terangnya.(*)







