Foto Menjaga Hutan Adat di Dusun Kayu Tabu Warisan Lestari Desa Kelawi - Yopie Pangkey

Menjaga Hutan Adat di Dusun Kayu Tabu, Warisan Lestari Desa Kelawi

0 Comments
Foto Menjaga Hutan Adat di Dusun Kayu Tabu Warisan Lestari Desa Kelawi - Yopie Pangkey
Syahbana disalah satu pohon besar yang ada di hutan adat Dusun Kayu Tabu, Desa Kelawi. (Foto: Yopie Pangkey / Progres.co.id)

Menjaga Hutan Adat di Dusun Kayu Tabu, Warisan Lestari Desa Kelawi

0 Comments

Di tengah suasana asri Desa Kelawi, deretan pohon tinggi menjulang seolah membentuk kanopi alami yang menaungi setiap sudut Dusun Kayu Tabu. Udara segar bercampur aroma tanah basah menyapa pengunjung yang melangkah di jalan setapak mengitari Hutan Adat seluas 6 hektare, tempat berbagai flora dan fauna hidup harmonis, menciptakan keseimbangan alam dan manusia yang lestari.

Lampung Selatan (Progres.co.id): Desa Kelawi di Kecamatan Bakauheni menyimpan kisah perjuangan warga dalam menjaga kelestarian Hutan Adat seluas 6 hektare. Hutan ini tidak hanya menjadi sumber kehidupan, tetapi juga simbol warisan leluhur yang terus dijaga turun-temurun.

Syahbana, salah seorang tokoh masyarakat Desa Kelawi, mengenang perjalanan panjang leluhur mereka sejak gelombang pertama pendatang pada tahun 1962.

“Gelombang pertama terdiri dari empat orang: Raja Kasim, Batin Jaksa, dan Datuk Jafar. Mereka datang membuka lahan setelah rombongan Dayang pada 1958. Sayangnya, rombongan Dayang kembali ke daerah pesisir, karena Dayang dimangsa harimau,” ujar Syahbana, Rabu (25/12/2024).

Gelombang ketiga pendatang, terdiri dari Abdullah, Khotijah,Siyah, Umar, Ayub.

“Diikuti gelombang keempat, gelombang ayah saya dan sepupu-sepupunya,” imbuh Syahbana.

Hutan Adat Desa Kelawi telah menjadi miniatur dari ekosistem hutan yang ada di kawasan Bakauheni. Sejak awal kedatangan gelombang pertama, masyarakat telah membagi peruntukan wilayah secara bijak.

Sejak gelombang pertama, Datuk Jafar sudah menetapkan secara lisan bahwa area hutan ini harus dijaga untuk menjadi resapan air. Pesan itu terus disampaikan kepada gelombang pendatang berikutnya.

“Saat ayah saya menjadi kepala dusun, dibuatlah surat tertulis yang menyatakan bahwa area resapan air itu adalah hutan yang harus dilindungi,” tutur Syahbana.

Aturan Adat

Seiring berjalannya waktu, warga desa menyusun aturan adat untuk memastikan kelestarian hutan.

Masyarakat dilarang menebang pohon, bahkan yang sebesar ibu jari sekalipun. Jika ada pohon tumbang, mereka tidak diperbolehkan memindahkannya, melainkan membiarkannya membusuk secara alami.

Selain itu, warga wajib menanam pohon di perbatasan hutan pada waktu tertentu.

“Karena ada larangan menebang pohon, maka dibuatlah jalan setapak yang mengitari hutan,” Syahbana menerangkan.

“Lalu di pinggir jalan setapak itu ditanam tanaman yang mudah dikenali sebagai batas, seperti pohon pinang,” lanjutnya.

Perjuangan Melawan Ancaman dan Konflik

Meskipun telah menjadi tradisi menjaga hutan, ancaman datang dari pihak-pihak yang ingin mengeksploitasi kayu berharga di kawasan tersebut.

Salah satu peristiwa mencekam terjadi pada tahun 1988 atau 1989 ketika beberapa oknum mencoba menebang pohon secara ilegal. Saat itu, warga Desa Kelawi, yang sangat menyadari pentingnya keberadaan hutan, melawan dengan berani.

“Waktu itu saya masih kelas 3 SD. Ada kejar-kejaran dan bahkan tembakan. Konflik tersebut akhirnya bisa diselesaikan secara baik-baik. Namun, sejak itu, kesadaran masyarakat untuk menjaga hutan semakin kuat,” kenang Syahbana.

Keunikan dan Keanekaragaman Hayati

mata Air Hutan Adat Dusun Kayu Tabu Warisan Lestari Desa Kelawi - Yopie Pangkey
Mata air di pinggiran hutan. (Foto: Yopie Pangkey)

Hutan Adat Desa Kelawi menjadi rumah bagi berbagai jenis flora dan fauna. Pohon-pohon seperti kelawi, bayur, medang, bungur, damar, petai, jelatong, dan bunut tumbuh subur di sini.

Selain itu, hutan ini juga dihuni oleh beragam satwa, seperti ular, monyet, kura-kura, dan burung-burung.

“Dulu ada kepercayaan bahwa jika seseorang membunuh kura-kura di hutan ini, keluarganya akan mengalami nasib buruk. Bahkan, menyentuh kura-kura pun dilarang,” ujar Syahbana.

Keberadaan hutan ini sangat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, terutama saat musim kemarau. Meski kemarau panjang pernah melanda hingga sembilan bulan, sumber air di tepi hutan tidak pernah kering.

Hal ini menjadi bukti nyata betapa vitalnya fungsi hutan sebagai penyedia air bagi warga Desa Kelawi.

Namun menurutnya, karena jumlah warganya semakin banyak, mata air di tepian hutan tetap tidak mencukupi kebutuhan air bersih keseluruhan warga dusun.

“Bayangkan kalau hutan seluas 6 hektare ini semakin berkrang, kami akan lebih kesusahan air,” katanya.

Menuju Hutan Adat Desa

Sebagai bentuk pengakuan resmi terhadap peran masyarakat dalam menjaga hutan, Desa Kelawi merencanakan untuk menjadikan kawasan ini sebagai Hutan Adat Desa. Hutan ini nantinya akan dikelola oleh desa dengan tetap mengutamakan prinsip kelestarian.

“Kami ingin hutan ini diakui sebagai Hutan Adat Desa, sehingga ada payung hukum yang lebih kuat untuk melindunginya. Hutan ini bukan hanya milik kami, tetapi juga warisan untuk anak cucu,” tegas Syahbana.

Dengan keanekaragaman hayati yang melimpah dan peran ekologis yang tak tergantikan, Hutan Adat Desa Kelawi menjadi bukti nyata bagaimana kearifan lokal mampu menjaga harmoni antara manusia dan alam. Semangat warga Desa Kelawi patut dijadikan teladan dalam menjaga keberlanjutan lingkungan hidup.

Further reading