Perluasan lahan sawah menjadi kunci menuju kedaulatan pangan. Hanya saja siapa yang paling tepat melakukannya dan lahan sawah baru diperuntukkan buat siapa?
Jakarta (Progres.co.id): MENCETAK lahan sawah bukan merupakan hal baru. Sehingga tidak perlu terlalu diperdebatkan. Hanya saja yang perlu segera diperbaharui ialah niatannya.
Hal ini disampaikan Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika menanggapi rencana pemerintah yang bakal segera mencetak lahan sawah baru dalam skala luas. Dia mencatat, hal terpenting yang mesti menjadi perhatian bersama adalah pengelolaan cetak sawah harus dilakukan oleh orang-orang berkompeten di bidang tanaman pangan dan pertanian secara keseluruhan.
“Jadi siapa yang paling tepat mengelola sawah ini. Lalu nanti sawahnya diberikan kepada siapa. Kalau ini semua sudah dilakukan saya yakin produksi padi kita meningkat,” kata Yeka, dalam keterangan tertulis, Sabtu (12/10/2024).
Terkait model irigasi yang perlu dibangun, dia melihat metode pengairan yang baik bagi cetak sawah adalah membangun irigasi secara langsung tanpa menggunakan pipa. Sebab, pipa bisa rusak atau dicuri orang, sehingga membutuhkan anggaran baru untuk memperbaikinya. “Dengan kata lain jangan hanya sebatas mencetak sawah. Tapi perlu juga dipersiapkan bangunan irigasi,” imbuhnya.
Ditambahkan Yeka, pada prinsipnya Ombudsman RI senantiasa mendukung upaya pemerintah dalam meningkatkan produksi padi nasional. Baik melalui intensifikasi maupun cetak sawah atau ekstensifikasi.
“Produksi padi akan itu sebuah kepastian. Hanya saja dengan catatan kalau cetak sawah ini bisa dilakukan dan berhasil. Cuma pertanyaannya, mampukah itu kita cetak dengan baik. Itulah pentingnya pengairan dan pemetaan daerah mana saja yang akan menjadi fokus atau perlu di-support untuk dibangunkan irigasi,” pesannya.
Sejauh ini pemerintah memang sedang mengerjakan proyek cetak sawah dalam skala besar. Upaya ini ditempuh sebagai solusi masa depan dalam mempercepat swasembada dan juga lumbung pangan dunia.
Mengenai hal ini, Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman pernah memaparkan alasan dilakukannya perluasan lahan. “Kenapa harus ada cetak sawah? Sebab tiap tahun ada pertambahan penduduk 3,5 juta. Selama 10 tahun artinya pertambahan 35 juta. Tentunya kita harus persiapkan ketersediaan pangan. Itulah makanya dibuat terobosan mencetak lahan sawah baru,” urainya.
Sebagai contoh, upaya optimasi lahan pertanian dan cetak sawah telah berjalan di Merauke dengan adopsi mekanisasi pertanian secara baik. Begitu pula dengan pembuatan saluran irigasi bagi lahan-lahan yang selama ini kesulitan air. Setidaknya 40.000 hektare lahan pertanian telah dilakukan optimasi dan berproduksi optimal, dengan tata kelola irigasi yang baik.
Sedangkan Ketua Task Force Cetak Sawah Kementerian Pertanian, Husnain, mengutarakan pemerintah akan melakukan perluasan areal pertanian melalui Program Cetak Sawah seluas 3 juta hektar. Rencana tersebut akan dilakukan pada tahun 2025-2027. Tujuannya demi mendukung kedaulatan pangan dan lumbung pangan dunia.
“Saat ini bertambah adanya konflik Timur Tengah. Bila tidak segera diantisipasi sangat mungkin akan berdampak pada pangan dan ekonomi global, termasuk di Indonesia,” kata Husnain.
Untuk itu, dia menyebut persiapannya perlu dilakukan dari sekarang. Adapun daerah prioritas program tersebut adalah Merauke (Papua Selatan) dan Kalimantan Tengah masing-masing 1 juta hektare, Kalimantan Selatan 500 ribu hektare dan Sumatera Selatan 250 ribu hektare, sisanya (250 ribu hektar) di provinsi lain. (dbs)








