Penetapan Satu Harga GKP Tanpa Rafaksi, ‘Kemunafikkan’ Terhadap Narasi Panjang Upaya Peningkatan Mutu

0 Comments

Penetapan Satu Harga GKP Tanpa Rafaksi, ‘Kemunafikkan’ Terhadap Narasi Panjang Upaya Peningkatan Mutu

0 Comments

Penetapan satu harga untuk Gabah Kering Panen (GKP) sebesar Rp6.500/kg tanpa syarat mutu (rafaksi) menjadi sejarah baru dalam politik perberasan di Indonesia. Kebijakan itu seperti menyepelekan pentingnya peningkatan mutu yang sejak lama terus diupayakan.

Bagaimana mungkin Bulog bisa menghasilkan beras berkualitas (premium) jika dalam penyerapannya Bulog tidak dibekali aturan rafaksi.

Aturan rafaksi pada intinya merupakan mekanisme penting untuk menentukan tingkat harga sesuai mutu. Dengan aturan ini Bulog dapat menghasilkan beras berkualitas baik dan mengefisienkan biaya produksi, biaya penyimpanan dan perawatan beras di gudang.

Aturan rafaksi yang sudah sejak lama diterapkan juga bertujuan untuk mendorong petani dan dinas terkait supaya berlomba-lomba menaikkan produksi dan mutu gabah/beras.

Dengan dicabutnya aturan rafaksi, di satu sisi memang memberikan kepastian harga bagi petani. Namun di sisi lain membuka ruang terjadinya ‘kemunafikan’ terhadap narasi pentingnya upaya peningkatan mutu yang didengung-dengungkan dulu.

Bisa dibayangkan, jika kadar air GKP di atas 25 persen dan kadar hampa di atas 10 persen, lalu Bulog tetap diharuskan membeli Rp6.500/kg maka akan menimbulkan kekacauan baik di petani dan Bulog sendiri.

Penyeragaman harga HPP Rp6.500 tidak memberikan keadilan serta penghargaan kepada petani yang mampu menghasilkan GKP kadar air dan kadar hampa maksimal 25 dan 10 persen.

Bagi Bulog, penyeragaman harga dengan meniadakan rafaksi seperti ‘menjerat leher’ BUMN itu sekaligus berpotensi menyedot APBN lebih besar.

Bulog dipastikan sibuk mengurus, menyimpan dan merawat beras yang diserapnya lantaran kadar air dan kadar hampa tinggi. Kalau sudah begini, maka fumigasi harus dilakukan berkali-kali yang diketahui memakan biaya dan berpotensi mempercepat rusaknya kualitas beras.

Aturan baru pencabutan rafaksi HPP sebaiknya diimbangi dengan kebijakan yang memberikan oksigen kepada Bulog, yakni dengan mengembalikan penyaluran beras kepada ASN/TNI/POLRI dan masyarakat prasejahtera setiap bulan.

Tanpa instrumen itu, Bulog akan ‘mengap-mengap’ lalu berdoa semoga harga GKP petani di atas HPP Rp6.500/kg.

Jika itu situasinya, maka petani senang dan Bulog pun lapang. (*)

Further reading