Sasaran swasembada pangan pada subsektor perkebunan mencakup pengembangan komoditi sawit dan tebu. Konsepsi yang dikedepankan dengan memberdayakan perkebunan rakyat.
Bandarlampung (Progres.co.id): LAMPUNG, melalui Dinas Perkebunan, turut mengemban target pemerintah pusat tersebut. Ribuan hektar lahan akan dioptimalkan melalui pelibatan peran aktif masyarakat dan pihak swasta.
Bersama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), Lampung akan terus mengembangkan program peremajaan sawit rakyat (PSR). Bila pada 2024 pelaksanaan diterapkan pada lahan seluas 2.400 hektare, di tahun ini luasan program ditargetkan hingga dua kali lipat, mencapai 4.800 hektare yang tersebar di 8 kabupaten.
“Pengembangan tersebut dapat dilakukan secara bermitra oleh petani rakyat dan perusahaan swasta. Tentu saja setelah memenuhi ketentuan yang ditetapkan pusat,” terang Kepala Dinas Perkebunan Pemprov Lampung, Yuliastuti, saat ditemui Progres.co.id di ruang kerjanya, Kamis (9/1/2025).
Lebih lanjut dia menjelaskan, pengembangan kebun sawit rakyat ini bukan dimaksudkan sebagai pembukaan lahan perkebunan baru. Melainkan melakukan proses peremajaan pada kebun sawit yang sudah berusia tua atau lebih dari 30 tahun, atau juga pada kebun sawit yang dalam keadaan rusak.
“Ini perlu digaris bawahi. Selain itu lahan yang mengikuti program mesti jelas hak kepemilikannya,” imbuhnya, seraya menyebutkan 4 kabupaten yang menjadi lokasi program sawit rakyat pada 2024 yakni meliputi Mesuji, Tulangbawang, Lampung Tengah dan Waykanan.
Menurut Yuli, bila ketentuan persyaratan sudah dipenuhi baru pengajuan bisa diusulkan untuk kemudian proses rekomendasi dilakukan dinas teknis terkait di kabupaten. Sedangkan Dinas Perkebunan Provinsi Lampung berperan dalam melakukan pendampingan atau koordinasi sebelum usulan diteruskan ke pusat.
Pelaksanaan kebun sawit rakyat tersebut juga menggandeng program ketahanan pangan berupa selingan penanaman padi gogo. “Pola tumpang sari ini diterapkan di bawah pohon sawit yang umurnya kurang dari dua tahun. Sehingga padi gogo masih memperoleh intensitas cahaya yang memadai,” katanya.
Demikian pula dengan pengembangan program tebu rakyat. Konsepsinya tetap melibatkan dua belah pihak yakni petani tebu rakyat dan pihak swasta. Peran perusahaan dalam hal ini sebagai unit pengelola atau pabrikan untuk menghasilkan gula kristal putih.
“Tahun lalu pemerintah mendorong intensifikasi pada kebun tebu rakyat melalui bantuan pupuk,” terang Yuli. Adapun masing-masing daerah yang menjadi wilayah kerja berada di Kabupaten Waykanan (200 hektare), Lampung Tengah (100 hektare) dan Lampung Utara (100 hektare).
Terkait dukungan yang diberikan pemerintah, Yuli berharap para petani tetap dapat menjaga kemandiriannya. Sebab, menurutnya, bantuan tersebut jelas akan ada batasan.
“Petani perlu menyadari itu. Jangan sampai tumbuh sikap ketergantungan terus-menerus pada bantuan. Karena tujuan akhir dari program-program pemerintah itu tiada lain untuk melahirkan petani-petani mandiri. Sehingga nantinya mampu turut menopang program nasional mewujudkan swasembada pangan,” pungkas Yuli.(*)







