Serap 100 Ton Beras, Bulog Lampung Butuh Anggaran Triliunan, Ini Hitung-Hitungannya

0 Comments
Realisasi pengadaan gabah/beras dalam negeri tahun 2025 sudah mencapai 1.546 ton.

Serap 100 Ton Beras, Bulog Lampung Butuh Anggaran Triliunan, Ini Hitung-Hitungannya

0 Comments

Untuk menyukseskan tugas penyerapan tahun ini, Bulog Lampung harus menyiapkan anggaran sebesar Rp1,2 triliun.

Bandarlampung (Progres.co.id): Bulog Lampung mendapat tugas penyerapan tahun 2025 sebesar 100 ton setara beras.

Mengutip hitung-hitungan model Direktur Keuangan Bulog, Iryanto Hutagaol, dengan angka penyerapan 100 ribu ton beras itu, artinya Bulog Lampung membutuhkan Rp1,2 triliun.

Lho, kok bisa, begini penjelasannya!

Angka Rp1,2 triliun tersebut muncul setelah angka 100 ribu ton atau 100.000.000 kg itu dikalikan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) di tingkat pembelian Rp12.000/kg.

Anggaran triliunan itu belum termasuk untuk mengelola atau merawat stok beras tahun sebelumnya yang masih tersimpan di gudang-gudang Bulog di Lampung.

Lalu, berapa dana yang dibutuhkan Bulog secara nasional?

Diketahui, Pemerintah menugaskan Perum Bulog untuk menyerap beras sebanyak 3 juta ton sepanjang tahun ini atau meningkat dari target sebelumnya yang 2 juta ton. Dengan demikian, dana yang dibutuhkan diperkirakan sekitar Rp57 triliun.

Direktur Keuangan Bulog, Iryanto Hutagaol menjelaskan, dari target sebelumnya, yaitu 2 juta ton, sebanyak 1,7 juta ton beras sudah tersimpan di gudang Bulog. Dengan target baru, Bulog diproyeksikan akan mengelola total 4,7 juta ton beras.

“Artinya, kita akan mengelola kurang lebih 3,7 juta ton beras tahun ini. Tapi dengan kabar akan diminta 3 juta ton menyerap, artinya kita akan mengelola 4,7 juta ton,” kata Iryanto dalam Diskusi Bersama Media: Penyerapan Gabah dan Beras 2025, Jakarta, Rabu (23/1).

Dengan target baru ini, Iryanto menambahkan, Bulog akan membutuhkan dana sekitar Rp57 triliun, mengacu pada harga pembelian pemerintah (HPP) dari penggilingan yang mencapai Rp12.000 per kilogram.

“Kalau kita hitung harga Rp12.000 per kg, artinya 4,7 juta ton kali Rp12.000 per kilogram. Kurang lebih Rp57 triliun harus kita sediakan dalam mengelola beras ini oleh pemerintah. Kami kurang lebih 10 persen biaya pengelolaan dan itulah yang kita butuhkan setiap tahun,” kata dia.

Iryanto mengatakan, pihak Bulog saat ini sedang berdiskusi dengan pemeritah agar pembiayaan lebih terstruktur, termasuk kemungkinan bantuan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

“Saat ini kita dibantu perbankan. Kalau struktur kita dibantu oleh pemerintah, nanti pemerintah sebagian memberikan APBN-nya langsung kepada kita,” kata Iryanto.

Selama ini, Bulog mengandalkan pendapatan dari penyaluran beras untuk recovery dana. “Jadi, kira-kira kita beli dulu, kita simpan, perbaiki, rapikan, salurkan, dan kita mendapatkan bayaran,” tutur Irayanto.

Meskipun menghadapi beban yang sangat berat, Bulog berhasil bertahan dengan meminjam dari perbankan. Hal ini, menurut Iryanto, adalah konsekuensi dari tugas yang harus dijalankan.

“Tapi kita bisa melaksanakan tugas ini dengan baik, mungkin secara teknikal keuangan kita usahakan tetap positif laporan keuangan kita sesuai dengan prinsip akuntansi keuangan Indonesia,” pungkas dia.(*)

Further reading