Petani hutan Desa Banjaran, Padang Cermin, kini memanfaatkan solar dryer dome untuk mempercepat proses pengeringan hasil hutan bukan kayu (HHBK) seperti kemiri, kapulaga, dan pala, yang sebelumnya bergantung pada sinar matahari. Teknologi ini meningkatkan kualitas produk sekaligus mendongkrak nilai jual hingga lima kali lipat.
Pesawaran (Progres.co.id): Di bawah sinar matahari pagi yang hangat, beberapa petani hutan di Desa Banjaran, Kecamatan Padang Cermin, Lampung, tampak sibuk merapikan kemiri, pala, kapulaga, dan cengkih di atas anyaman bambu untuk dijemur. Bau khas hasil hutan bukan kayu (HHBK) memenuhi udara, menciptakan suasana khas perkampungan yang hidup dari kekayaan alamnya.
Namun, di sudut lain desa, suasana berbeda terlihat di fasilitas solar dryer dome milik Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) Wonoharjo, lini usaha Gapoktanhut Pujo Makmur. Sebuah kubah transparan dengan ukuran sekitar 6 x 8 meter berdiri megah, lengkap dengan pintu dan empat kipas angin exhaust yang menjaga kelembapan di dalamnya.

Ketua KUPS Wonoharjo, Ronggo, menuturkan bahwa sebelum ada dome petani membutuhkan waktu berhari-hari untuk proses pengeringan HHBK.
“Dulu hanya mengandalkan sinar matahari, proses pengeringan kemiri bisa memakan waktu hingga seminggu, tergantung cuaca. Sekarang, dengan solar dryer dome, hanya butuh dua hingga tiga hari,” ujar Ronggo kepada Progres.co.id di lokasi dome, Rabu (8/1/2025) siang.
Ronggo menambahkan, selain lebih cepat, teknologi ini juga mampu meningkatkan kualitas produk. Hasil panen yang dikeringkan lebih premium dan memiliki nilai jual lebih tinggi.
“Harga kemiri cangkang biasanya hanya Rp12 ribu per kilogram, tetapi setelah dikupas dan dikeringkan, bisa mencapai Rp42 ribu. Begitu juga dengan kapulaga basah yang dihargai Rp12 ribu per kilogram, kalau sudah kering bisa Rp85 ribu,” katanya bangga.
Selain itu, Ronggo menyoroti manfaat lain dari dome tersebut yang membantu meringankan beban petani.
“Selain menghemat waktu, dome ini juga menghemat tenaga. Kalau mendung atau malam hari, kami selalu memindahkan hasil panen. Tapi sekarang cukup disimpan di dalam dome ini saja,” jelasnya.
Ronggo juga menjelaskan mekanisme penggunaan dome tersebut. Sesuai kesepakatan, siapapun yang menggunakan dryer dome ini harus membayarkan biaya yang termasuk masih sangat terjangkau.
“Pada satu tahun awal, kami tidak mengenakan biaya jika ada petani hutan yang ingin menggunakan dome ini. Sekarang, kami menerapkan biaya Rp5 ribu per kilogram produk basah. Harga ini cukup terjangkau,” terangnya.
Sebelum produk dimasukkan ke dalam dome, hasil panen ditimbang terlebih dahulu untuk memastikan akurasi biaya dan kapasitas.
“Uang yang diterima itu kita gunakan untuk kebutuhan pemeliharaan. Ini sudah hasil musyawarah mufakat semua anggota Hkm,” tambahnya.
Selain efisien, Solar dryer ini juga ramah lingkungan. Dengan memanfaatkan sinar matahari sebagai sumber energi utama, petani di Desa Banjaran kini mampu bersaing di pasar yang lebih luas, berkat produk berkualitas tinggi yang dihasilkan.
Bantuan yang Berdampak Besar
Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Lampung, Yanyan Ruchyansyah, mengaku senang dengan bantuan yang telah diberikan kepada kelompok tani hutan ini. Keberadaan solar dryer dome adalah bukti nyata bahwa program bantuan pemerintah dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
“Pada umumnya petani melakukan pengeringan mengandalkan sinar matahari. Meskipun murah, produk yang dikeringkan seringkali mengalami kerusakan karena hujan dan jamur,” ujar Yanyan.
“Kita diberi anugerah berlimpahnya sinar matahari sepanjang tahun. Penggunaan solar dryer dome menjadi solusi untuk kelancaran proses pengeringan,” imbuhnya.
Teknologi ini,menurut Yanyan, dapat memberikan nilai tambah bagi petani. Sangat membantu proses pasca panen dengan memangkas waktu penjemuran, memberi rasa aman, meningkatkan kualitas produk menjadi premium, dan pada akhirnya menaikkan pendapatan petani.
“Petani hutan bisa membuktikan bahwa hasil hutan buan kayu bisa memberikan manfaat besar jika dikelola dengan baik. Dan pada akhirnya mereka ingin menjaga hutannya tetap lestari,” tutup Yanyan.








