Tag: Andi Amran Sulaiman


  • Menteri Pertanian (Mentan), Andi Amran Sulaiman, berupaya memastikan penyaluran pupuk bersubsidi tepat sasaran dan tanpa kendala administratif. Penyederhanaan regulasi dan mengubah alur distribusi pupuk bersubsidi menjadi pilihannya.

    Pringsewu (Progres.co.id): MENINDAKLANJUTI instruksi Mentan tersebut Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP), Ida Widi Arsanti, meresmikan Koperasi Jasa Karya Mandiri Sejahtera Pringsewu sebagai penyalur pupuk bersubsidi.

    Koperasi yang beralamat di Pekon Pujodadi, Kecamatan Pardasuka, Kabupaten Pringsewu, itu diketuai Agus Suwahyono. Dalam sambutannya, Ida menyampaikan peresmian ini merupakan langkah strategis untuk memastikan ketersediaan dan distribusi pupuk bersubsidi dapat berjalan lebih baik dan tepat sasaran.

    “Melalui koperasi ini kami berharap petani dapat memperoleh pupuk bersubsidi secara lebih mudah, transparan, dan tepat waktu. Dengan demikian produktivitas pertanian dapat terus meningkat,” kata Ida, Kamis (26/2/2025).

    Dirinya juga menekankan pentingnya dukungan berbagai pihak dalam mengoptimalkan peran koperasi sebagai penyalur pupuk subsidi. “Dengan adanya koordinasi yang baik antara koperasi, Dinas Pertanian dan para pemangku kepentingan lainnya, kita dapat memastikan distribusi pupuk mampu berjalan secara lebih efektif dan efisien. Selain itu, kita harus terus berinovasi dalam sistem pendistribusian agar tidak terjadi penyelewengan dan pupuk benar-benar sampai kepada petani yang berhak,” tambahnya.

    Pada bagian lain, Kepala Balai Pelatihan Pertanian (Bapeltan) Lampung, Adi Destriadi Sutisna, yang turut mendampingi Kepala BPPSDMP menyampaikan terimakasih atas apresiasi yang diberikan Kementan terhadap petani modern termasuk kepada Koperasi Jasa Karya Mandiri Sejahtera Pringsewu.

    “Peresmian ini merupakan salah satu simbol sinergitas antara pemerintah pusat, pemerintah daerah dan petani serta pihak terkait dalam mendukung pertanian yang lebih maju dan berkelanjutan,” kata Adi, seraya berharap koperasi ini dapat menjadi contoh bagi wilayah lain dalam memperbaiki tata kelola distribusi pupuk bersubsidi.

    Dia juga berharap Koperasi Jasa Karya Mandiri Sejahtera Pringsewu tidak hanya terbatas sebagai penyalur pupuk, tetapi juga menjadi pusat pengembangan sumber daya pertanian.

    “Kami selaku instansi pembina untuk wilayah Lampung, Sumatera Selatan, Bengkulu dan Bangka Belitung mengharapkan koperasi ini dapat menjadi pusat edukasi bagi petani, memberikan pendampingan dalam penggunaan pupuk yang lebih efisien, serta mendorong praktik pertanian yang lebih ramah lingkungan,” harap Adi Destriadi.

    Peresmian koperasi turut dihadiri perwakilan dari Pupuk Indonesia Holding Company (PIHC), Dinas Pertanian Kabupaten Pringsewu, Kodim 0424 Tanggamus, Perwakilan Kapolres Pringsewu, serta Kepala Pekon Pujodadi. (*)



  • Mentan mengingatkan importir tidak boleh berpikir bak penjajah, yakni memilih produk dari negara lain daripada dalam negeri. PJ Gubernur Lampung Samsudin pun prihatin.

    Bandarlampung (Progres.co.id): Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman ‘murka’ setelah mengetahui petani singkong di Lampung berunjukrasa karena pabrikan mematok harga terlalu murah.

    “Yang begini harus ditindak. Sebab, pemerintah di bawah Presiden Prabowo Subianto telah menekankan untuk melindungi dan menyejahterakan petani ataupun rakyat kecil,” tegasnya dalam keterangan resmi, Jumat (24/1).

    “Mendzolimi petani, mendzolimi rakyat Indonesia itu adalah pengkhianat bangsa,” tambah Mentan Amran,” tegas dia melanjutkan.

    Mentan berjanji akan membereskan persoalan tersebut. Ia akan undang petani dan darikalangan industri.

    Sebelumnya dilaporkan Pemprov Lampung telah mengirimkan surat permohonan pelarangan impor produk turunan ubi kayu kepada Menteri Koordinator Bidang Pangan RI. Surat permohonan ditandatangani oleh Pj Gubernur Lampung Samsudin bernomor 500.2.4/0333/V.26/2025.

    Di dalam surat permohonan yang dibuat satu berkas itu disebutkan bahwa permintaan pelarangan impor produk turunan ubi kayu dimaksudkan untuk menjaga stabilitas harga ubi kayu/singkong supaya petani tidak mengalami kerugian.

    Dalam surat dijelaskan bahwa Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil ubi kayu terbesar nasional sebesar 7,163 juta ton per tehun dengan luas tanam 239.994 hektare.

    Berdasarkan data Produksi Industri Pati Ubi Kayu pada 2024, daerah ini menghasilkan sebesar 324.188 ton Pati Ubi Kayu dengan bahan baku 1,3 juta ton.

    Ditegaskan pula bahwa produksi ubi kayu di Provinsi Lampung jauh melampaui kebutuhan ubi kayu untuk industri dan rumah tangga. Maka pelarangan impor harus dilakukan supaya produksi ubi kayu petani dapat terserap sepenuhnya oleh pelaku dunia usaha.

    Berdasarkan temuan KPPU, pada 2024 tercatat ada empat perusahaan tapioka yang mengimpor dari Vietnam dan Thailand sebanyak 59.050 ton senilai 32,2 juta dalar AS atau setara Rp511,4 miliar. Keempat perusahaan tersebut membawa masuk barang impor tersebut melalui Pelabuhan Panjang.

    Sebelumnya, sudah ada kesepakatan harga ubi kayu sebesar Rp1.400/kg yang diputuskan bersama oleh petani, pemerintah dan pengusaha industri tapioka pada 23 Desember 2024.

    Pj Gubernur Lampung Samsudin Prihatin

    Pj Gubernur Samsudin mengungkapkan dirinya sangat prihatin dengan apa yang dirasakan oleh petani di singkong akibat tidak kunjung membaiknya harga singkong, meski telah di alas dengan harga dasar.

    Saat berdiskusi dengan Progres.co.id pada Minggu (19/01/2025) malam, Samsudin mengatakan Pemprov Lampung akan membicarakan apa yang dikeluhkan petani tersebut ke pemerintah pusat.

    “Ada desakan pelarangan impor tapioka masuk ke Lampung karena dianggap menjadi penyebab jatuhnya harga singkong. Untuk memfinalisai desakkan itu, tentu Pemprov harus berkoodinasi dengan Kemendag dan kementerian terkait lainnya. Secepatnya kita lakukan,” tegasnya.

    Koordinasi dengan kementerian terkait harus dilakukan. Sebab sesuai aturan kepala daerah tidak memiliki kewenangan melarang barang impor masuk ke wilayahnya. (*)



  • Petani kerap dijadikan komoditi. Diperjual belikan atau dibarter dengan reputasi. Pada rezim lalu, pemerintah terkesan begitu peduli petani dengan menyediakan KUR berdosis tinggi.

    (Progres.co.id): Tapi tengok realitasnya. Pihak bank enggan meneteskan kredit usaha rakyat ke petani lantaran dianggap tidak memiliki agunan dan usaha tani tergolong berisiko tinggi. Alhasil petani tetap mengelus dada, sementara berkat lips service pemerintah terlanjur dianggap berpihak pada Kaum Marhaen dan menangguk keplok tangan.

    Kuasa berganti. Presiden Prabowo kini sebagai pemegang tongkat komando. Ada yang bilang sosok satu ini membuat lompatan besar dengan menaruh perhatian serius pada sektor pangan, kendati sayup terdengar ada juga yang menyebut dia meng-copy paste sepak terjang mantan mertuanya yang saat memerintah berhasil membuat Indonesia ber-swasembada beras.  

    Terlepas dari semua itu nyatanya garis kebijakan sudah ditorehkan. Prabowo menitahkan, Indonesia mesti bisa mengulang kesuksesan itu dalam tempo sesingkat-singkatnya. Swasembada pangan wajib diwujudkan. Tak pelak semua elemen pun dikerahkan. Segala daya upaya dilakukan. Termasuk menginstruksikan Himbara(Himpunan Bank Milik Negara) untuk menyiapkan kas yang nantinya disalurkan sebagai KUR kepada petani dan pembiayaan pengadaan alat dan mesin pertanian (Alsintan) serta Rice Milling Unit (RMU) atau alat mesin pertanian yang difungsikan untuk menggiling gabah menjadi beras.

    Angka KUR yang dianggarkan juga tidak main-main menyentuh Rp300 triliun. Hanya saja belajar dari pengalaman sebelumnya, para petinggi bank dalam Himbara terbiasa “berkepribadian ganda” atau sebut saja terlatih ‘bermuka dua”. Di satu sisi mulutnya gamblang menyahut “Yes, Sir!” pada Presiden Prabowo, sementara di sisi lain wajahnya menyiratkan air muka keraguan berkadar tinggi untuk menyalurkan KUR pada petani.

    Tak bisa dipungkiri bagi para bankir, petani yang notabene rakyat jelata itu, berpotensi tinggi kredit macet. Pada benak mereka seakan telah bersemayam ancaman bahaya laten dari orang-orang miskin yang nantinya bakal sangat mungkin berlindung di balik keluhan gagal panen atau hal lainnya. Ada segudang kecurigaan terhadap petani kita.

    Untungnya dalam penjelasan Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman ditegaskan, petani dapat memperoleh KUR senilai Rp100 juta tanpa agunan. Semoga jaminan ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya di tataran penerapan. Jangan sampai anggota Himbara kembali menjalankan standar ganda yang pada praktiknya enggan menoleh ke petani.

    Oh iya, bagi para bankir yang masih demen curiga pada petani. Anda sekalian sangat mungkin tahu cerita tentang Prof. Muhammad Yunus. Peraih nobel dari Bangladesh. Di negaranya, lelaki 84 tahun ini, dikenal sebagai pelopor keuangan mikro. Predikat itu tidak ujug-ujug disematkan tanpa latar belakang. Sama seperti peran bankir di Indonesia yang menyalurkan pinjaman ke nasabah, Yusuf pun bertindak serupa. Hanya bedanya kalau Himbara “alergi” dengan petani miskin, Prof. Yunus justru meminjamkan dana pada masyarakat paling miskin di Bangladesh.

    Dia menyorongkan bantuan keuangan kepada pengusaha skala kecil yang tidak dibantu bank-bank konvensional. Karena terobosannya yang di luar kelaziman itu dia juga dijuluki sebagai ‘bankir kaum miskin’. Hingga akhirnya diganjar penghargaan nobel PBB.

    Kalau belajar dari upaya Prof. Yunus, masihkah bankir Indonesia tetap menggenggam penilaiannya sambil terus melabeli petani dan orang miskin musuh bebuyutan KUR yang mesti dihindari. Atau jangan-jangan keengganan mengopeni rakyat jelata itu, lantaran ketiadaan mental dari para bankir penikmat gaji tinggi dan penyicip seabrek fasilitas luks itu yang mampu (tepatnya bersedia) bekerja keras sambil telaten mengurusi karakter petani?

    Untuk memperoleh jawabannya perlu kontribusi publik dalam bentuk partisipasi aktif mengawal pelaksanaan instruksi Mentan Amran. Sambil mencermati langkah para bankir di Himbara agar tidak mbalelo menelikung kebijakan Presiden Prabowo.(*)



  • Keseriusan pemerintah mengejar target swasembada pangan dalam waktu dekat kembali ditunjukkan melalui kesiapan berbagai sarana pendukung. Salah satunya ketersediaan dana Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebesar Rp300 triliun.

    (Progres.co.id): KEPASTIAN itu disampaikan Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman. Menurutnya, Himpunan Bank Milik Negara atau Himbara telah siap mendukung dengan menyediakan akses perkreditan bagi para petani dan pengusaha.

    Amran juga mejelaskan, peruntukkan KUR difokuskan pada pembiayaan meliputi pengadaan alat dan mesin pertanian (Alsintan) dan juga Rice Milling Unit (RMU) atau alat mesin pertanian yang difungsikan untuk menggiling gabah menjadi beras.

    “Secara nasional tersedia dana KUR sebanyak Rp 300 triliun. Jelas itu bukan angka yang kecil. Tiga persen dari dana itu khusus untuk pengadaan Alsintan termasuk di dalamnya RMU. Sedangkan besaran KUR bagi petani mencapai 100 juta rupiah, tanpa agunan,” papar Amran di Jakarta, Jumat (3/1/2025).

    Lebih lanjut dirinya menjelaskan, diperkirakan musim panen akan jatuh pada Januari, Februari dan Maret mendatang. Dan angka kenaikan panennya diproyeksi akan cukup besar. Untuk itu Amran meminta agar segera melakukan penyerapan KUR. Apalagi panen raya tahun ini sesuai proyeksi Badan Pusat Statistik (BPS) dalam jumlah yang sangat besar.

    Amran juga meminta Perpadi atau Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras Indonesia turut membantu dalam penyerapan KUR oleh petani. “Kami juga akan terus mendorong perbankan membuka akses kredit usaha unuk Alsintan,” pungkasnya.(*)



  • Siapa bilang anak muda ogah bertani? Marwan, bisa dijadikan contoh sebagai pemuda yang sukses membuktikan bahwa bertani dengan teknologi modern bisa mengundang cuan datang.

    (Progres.co.id): “SEBELUMNYA saya cuma menganggur,” kata Marwan saat ditemui wartawan usai apel Brigade Pangan di Lhoksukon, Aceh Utara, Selasa (10/12/2024).

    Bagi Marwan, pekerjaan ini ibarat mimpi yang jadi kenyataan, sebab, dalam waktu enam bulan sejak terjun ke dunia pertanian modern, ia sudah bisa meraup puluhan juta rupiah. Bukan lagi sekadar janji manis Kementerian Pertanian (Kementan) yang katanya menjanjikan penghasilan Rp10 juta per bulan. Nyatanya, angka itu bisa dilipatgandakan.

    Marwan menjelaskan, sehari ia bisa menggarap sekitar dua hektare lahan menggunakan mesin combine harvester. Jika dihitung pendapatannya, bersihnya ia bisa mengantongi Rp1,5 juta sehari. “Berarti kalau sebulan, bisa dapat Rp20-30 juta,” ujarnya seperti dikutip dari ekonomi.republika.co.id.

    Namun, di balik penghasilan fantastis tersebut, Marwan tak menampik ada tantangan yang harus dihadapinya. “Kondisi alam sering bikin susah. Kalau musim hujan, padi jadi basah, mesin combine harvester nggak bisa dipakai buat panen,” ungkap pria berusia 24 tahun itu.

    Di acara yang sama, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman turut hadir dan memberikan apresiasi terhadap semangat Marwan. “Anak muda seperti Marwan yang berani terjun ke sektor pertanian ini jadi bukti bahwa bertani itu bisa menjanjikan kesejahteraan,” kata Amran.

    Lebih dari itu, Amran berharap kisah sukses Marwan bisa menjadi inspirasi bagi anak muda lainnya. Menurutnya, pemanfaatan teknologi alsintan menjadi kunci dalam menciptakan pertanian modern yang efisien dan menguntungkan. “Kalau mau sukses, manfaatkan teknologi. Kami optimis, akan ada banyak Marwan-Marwan baru di masa depan,” tegasnya.

    Kisah Marwan adalah cerminan bahwa sektor pertanian bukan lagi profesi yang bisa dipandang sebelah mata. Dengan sentuhan teknologi modern dan semangat anak muda, bertani bisa jadi profesi bergengsi dengan penghasilan yang tak kalah dari pekerjaan kantoran. Mungkin sudah saatnya stigma “bertani itu kotor dan melelahkan” dipatahkan. Karena nyatanya, pertanian justru bisa bikin kantong tebal.(*)



  • Kesuksesan tak selalu dimulai dari jalan yang mudah. Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menjadi bukti bahwa kerja keras dan integritas adalah kunci mengubah kehidupan. Itu dia tunjukkan mulai dari berjualan racun tikus hingga menjadi menteri yang berani melawan mafia pangan.

    (Progres.co.id): AMRAN memulai usahanya dengan berjualan racun tikus dari toko kecil beratap rumbia. “Waktu itu, saya hanya punya uang lima ratus ribu rupiah dan harus merantau ke Jakarta untuk mendaftarkan hak paten. Waktu di Jakarta saya bahkan tidur di masjid karena tidak mampu menyewa tempat tinggal,” kenangnya seperti dikutip dari ‘Kick Andy’ Metro TV.

    Setelah melalui berbagai kesulitan, hak paten racun tikusnya akhirnya disetujui. Usaha ini menjadi pijakan awal bagi Tiran Group, yang kini memiliki bisnis di sektor tambang, sawit, gula, SPBU, hingga distributor semen.

    Namun, saat ia diangkat menjadi Menteri Pertanian pada tahun 2014, perusahaan pestisidanya ditutup permanen. “Saya tidak ingin ada prasangka bahwa usaha ini sukses karena jabatan saya,” tegasnya. Keputusan ini, meski sulit, dianggapnya sebagai keberuntungan. “Dengan begitu, saya bisa mengabdi sepenuhnya untuk rakyat.”

    Sebagai menteri, Amran kerap menghadapi tantangan besar, termasuk melawan mafia impor yang merugikan petani. Salah satu kasus yang diungkap adalah masuknya impor jagung senilai Rp6 triliun saat musim panen. Akibatnya, harga jagung lokal anjlok drastis, membuat sekitar 20 juta petani menderita kerugian hingga Rp40 triliun.

    “Saya langsung turun ke lapangan, melarang bongkar muatan impor, dan memanggil pihak-pihak terkait. Bagi saya, melindungi petani lebih penting daripada khawatir kehilangan jabatan,” ungkapnya. Ia juga mengungkap praktik mafia pupuk palsu yang merugikan 400 ribu petani dengan total kerugian Rp3,2 triliun. Perusahaan-perusahaan tersebut di-blacklist dan kasusnya diserahkan kepada penegak hukum.

    Amran juga kerap memberikan semangat kepada generasi muda, khususnya dalam sektor pertanian. “Pertanian adalah masa depan Indonesia. Kami sedang mentransformasi pertanian tradisional menjadi modern, dengan dukungan teknologi dan sumber daya alam yang melimpah,” ujarnya.

    Saat ini, lebih dari 3 ribu generasi milenial telah bergabung dalam program modernisasi pertanian yang ia gagas. Dengan target 50 ribu petani muda pada 2025, ia optimis pendapatan minimal Rp10 juta per bulan bisa tercapai. “Jangan pernah menyerah, jangan mengeluh, dan pantang meminta kecuali pada Tuhan. Kesuksesan membutuhkan keberanian untuk memulai dan konsistensi untuk bertahan,” pesannya.

    Andi Amran Sulaiman, sosok yang memulai segalanya dari nol, kini menjadi inspirasi bagi bangsa, khususnya generasi muda, untuk terus berjuang, bekerja keras, dan mengutamakan integritas.(*)



  • Andi Amran Sulaiman, Menteri Pertanian yang satu ini dikenal tegas. Saking sakleknya dalam menunjukkan keberpihakkan terhadap nasib petani, tak pelak banyak pihak yang berniat kepingin cawe-cawe terpaksa mesti menelan pil pahit, lantaran tak diberi peluang. Komitmen itu tak pelak sempat memunculkan pandangan terhadap dirinya sebagai “Menteri tak doyan duit”.

    (Progres.co.id): AMRAN bukan berasal dari keluarga berpunya. Dia pernah menjalani masa susah yang berkepanjangan. Ketika kuliah, rentang 1989 hingga 1993, satu-satunya pilihan yang tersisa hanyalah survival. Dalam keterbatasan, ia memutuskan menciptakan sesuatu yang bermanfaat bagi banyak orang. Salah satu hasilnya adalah formula racun tikus bernama Tiran.

    “Kami meneliti racun tikus selama tiga tahun. Tahun 1995, kami mendapatkan hak paten, lalu mensosialisasikan hasil ini ke seluruh Indonesia. Awalnya sulit. Racun kami jual Rp100 per biji, tidak laku. Turunkan jadi Rp50, tetap tidak laku. Bahkan saat kami beri gratis, orang malah curiga,” kenangnya dalam talk show Kick Andy.

    Menurut Amran, serangan tikus tahun 1992 menyebabkan kerugian besar bagi petani. Hal ini mendorongnya bekerja keras agar penemuannya bisa menyelamatkan hasil panen.

    Saat membahas integritas, Amran berbagi kisah tegasnya memberantas korupsi. Ia menceritakan bagaimana dirinya menginstruksikan pembatalan proyek yang terkait dengan kerabatnya, meski secara prosedur tidak ada kesalahan.

    “Ada sahabat kakak saya yang bangga bilang, ‘Pak Menteri, saya dapat proyek 5 miliar.’ Saya langsung telepon pihak yang terkait dengan proyek itu dan bilang, ‘Batalkan. Kalau tidak, saya sendiri yang batalkan.’ Meski prosedur benar, saya tidak ingin ada fitnah atau sanksi sosial. Lebih baik mengorbankan satu orang daripada mengorbankan jutaan petani,” tegasnya.

    Amran juga menambahkan bahwa ia menyebarkan nomor pribadinya kepada masyarakat untuk menerima laporan dugaan pelanggaran. “Hingga kini, sudah lebih dari 100 laporan masuk. Semua kami tindaklanjuti, termasuk yang baru-baru ini ada 11 orang di Kementerian Pertanian yang kami nonaktifkan mulai dari pejabat eselon 2, eselon 3, dan staf terkait kasus pelanggaran.”

    Ketegasan Amran berakar dari didikan orang tuanya. Ia mengingat pesan ayahnya yang selalu melarang mengambil hak orang lain. “Dulu, saat kecil, saya menemukan uang Rp5 di pasar. Ayah saya malah memukul tangan saya sambil berkata, ‘Itu bukan hakmu.’ Pelajaran ini menjadi warisan berharga dalam hidup saya.”

    Ketika ditanya apakah tindakan yang menunjukkan adanya “borok” di kementeriannya tidak membuatnya khawatir akan mencoreng citra institusinya, Amran menjawab dengan tegas, “Malu di hadapan Tuhan jauh lebih penting. Kalau kita membiarkan korupsi, itu sama saja memelihara kejahatan. Saya hanya ingin melakukan yang terbaik untuk rakyat, khususnya bagi 120 juta petani pangan di Indonesia.”

    Amran juga mengingatkan pentingnya kerja keras dan kejujuran. Ia berharap generasi muda memiliki semangat juang untuk masa depan yang lebih baik. “Jadilah petarung. Tidak ada sukses tanpa proses.”(*)