Tatkala Anak Pertanian Hirup Aroma Tanah Selepas Diguyur Hujan

0 Comments

Setiap kali mendengarkan lagu Jogjakarta, Kla Project, tak jarang memori kita seperti ngelangut diajak menyusuri ruas Malioboro. Setidaknya itu bagi para pendengar yang pernah menjejakkan kaki ke Daerah Istimewa tersebut. Pengalaman batin nyaris serupa pada umumnya turut dirasakan oleh anak-anak pertanian (terkhusus alumni Fakultas Pertanian Unila) bila menghirup aroma tanah selepas diguyur hujan. Rasanya semacam ada nuansa yang juga bikin ngelangut yang cenderung melankolis. Entah mengapa bisa begitu.

(Progres.co.id): KALAU pun pertanyaan itu mau dijawab, sudah barang tentu tidak bisa dijawab dengan sebuah kepastian. Sangat mungkin ada sederet alternatif penjelasan. Namun apa pun deskripsinya, ada satu keniscayaan yang tak mungkin dipungkiri. Anak pertanian pernah erat bersahabat dengan tanah semasa menjalani perkuliahan.

Menggeluti lahan percontohan, menyusuri jalan-jalan desa saat melakoni tugas turun lapang, menapaki pematang sawah atau menekuri ternak di kandang warga kampung, adalah rangkaian cerita yang pernah dicicipi anak-anak pertanian.

Namun, menanam tidak selalu harus menjadi petani dan melontarkan segenggam biji jagung pada kawanan unggas tak mesti menjadi peternak, demikian pula dengan mereka yang pernah mengenyam pendidikan pertanian. Tidak secara otomatis meniti pekerjaan di bidang pertanian.

Kendati jalan hidup punya cerita masing-masing, namun (setidaknya yang saya rasakan) setiap kali menghirup aroma tanah selepas diguyur hujan, selalu saja membimbing alam pikir untuk mengenang momentum tak terlupakan semasa menjadi “anak pertanian”.

Perasaan nyaris serupa juga mendadak muncul ketika mendapati kabar anak-anak pertanian akan berhimpun dalam sebuah wadah. IKAPERTA Unila namanya. Akronim dari Ikatan Alumni Pertanian. Wadah ini dibentuk tentu bukan semata untuk melampiaskan nostalgia. Bukan pula sekadar penambah embel-embel status bagi para pengurusnya.

Ada tugas besar, yang disadari atau tidak, spontan tersampir di setiap pundak jajaran kepengurusan IKAPERTA periode 2024-2028. Terlebih ada janji yang sudah dilafalkan oleh masing-masing pengurus. Tugas besar itu tiada lain (mesti) berkontribusi konkrit bagi dunia pertanian, khususnya di Lampung. Konkritnya seperti apa? para sarjana pertanian itu sudah barang tentu tahu jawaban riilnya. Tinggal lagi pertanyaan yang tersisa, seberapa serius para pengurus mengupayakannya.

Semoga harapan pada para anak-anak pertanian yang sudah menyandang gelar sarjana pertanian dan terhimpun dalam IKAPERTA tetap bisa diandalkan. Terlebih alam telah menunjukkan “tanda-tandanya”. Sesaat sebelum pengurus IKAPERTA dilantik di Aula Faperta Unila, Jumat (4/10/2024), hujan deras yang sebelumnya mengguyur, secara perlahan berhenti seakan memberi restu.

Selepas hujan, aroma tanah pun menguap dan mampir ke penciuman anak-anak pertanian yang berhimpun di kampus hijau itu. Sungguh, bagi para pengurus IKAPERTA ini seperti dejavu. Seakan menyedot memori dan mengembalikan ingatan ke masa lalu, ketika masih menjadi anak-anak pertanian. Semoga, ini juga sebagai pertanda, sudah tiba waktunya berbuat untuk dunia pertanian. Bravo! (*)

Further reading